Mitos dan Fakta tentang Tunarungu yang Perlu Anda Ketahui
Daftar Isi
Tunarungu, mereka adalah makhluk Allah yang harus kita perlakukan dengan bijak. Sebagaimana mestinya kita berkomunikasi dengan orang normal. Banyak hal yang tidak kita ketahui, bagaimana cara berkomunikasi yang tepat dengan komunitas tunarungu. Jangan sampai, apa yang kita perlihatkan membuat mereka tersinggung, atau ada gagal paham diantara mereka.
Dalam artikel ini, bu windi akan mengajak teman pembelajar untuk mengetahui mitos dan fakta tunarungu yang perlu kalian ketahui. Sebagai referensi yang terpercaya, teman pembelajar bisa mengunjungi www.projectdeafindia.org untuk tahu lebih banyak mitos umum dan fakta pada tunarungu. No skip-skip ya teman !
Mitos 1: Semua Tunarungu Tidak Bisa Mendengar Apa Pun
Fakta:
Tunarungu ada levelnya ya teman. Tidak serta merta yang dianggap tunarungu itu tidak bisa mendengar secara keseluruhan. Maksudnya begini. Ada beberapa tingkatan gangguan. Kalau murid di sekolah, ada juga yang tunarungu berat. Jika lawan bicara tidak menggunakan bahasa isyarat atau melalui tulisan, ya cenderung susah dalam berkomunikasi dengannya.
Ada juga yang ringan. Dengan bicara pelan dalam artian tetap menggunakan lafal/pengucapan yang cenderung pelan, bisa dipahami oleh mereka.Tentunya, mereka bisa mendengar ya dengan bantuan alat guna memudahkan mereka mendengarkan. Implan kokea namanya.
Mitos 2: Tunarungu Tidak Bisa Berbicara
Fakta:
teman tunarungu sebenarnya bisa berbicara kok. Ketika mereka sejak kecil memang mendapatkan haknya untuk terapi wicara dengan ahli. Yang tentunya, kemampuan bicaranya tergantung pada pendengaran dan akses mereka mendapatkan edukasi sejak dini untuk merespon maupun menanggapi lingkungan mereka. yang pada intinya adalah, membentuk teman tunarungu kepercayaan diri agar mereka juga mau berkomunikasi dengan lingkungan.
Mitos 3: Semua Tunarungu Menggunakan Bahasa Isyarat
Fakta:
Bu Windi pernah berkomunikasi dengan murid tunarungu. Ya bwgitulah adanya, bu windi cukup kesulitan ngobrol dengannya karena memang belum punya ilmu yang mumpuni untuk berkomunikasi dengan mereka. Sedikit-sedikit menggunakan bahasa isyarat. Ada kalanya juga, bu windi menggunakan tulisan dan media bantu untuk memudahkan komunikasi. Perlu kesabaran memang, dan hanya butuh kebiasaan untuk terampil berkomunikasi dengan teman tunarungu.
Jadi, tidak semua tunarungu harus menggunakan bahasa isyarat untuk bercakap, melainkan, ada yang menggunakan bahasa bibir. Pelan dalam menyampaikan dan diperjelas. Tidak perlu teriak-teriak juga kalau ngobrol dengan mereka, percuma!. Biasanya mereka menggunakan alat bantu serta teknologi lainnya tergantung preferensi mereka lebih nyaman yang mana. Intinya, kitanya yang normal yang harus menghargai upaya baiknya. Kalau bisa, memang kitanya juga yang harus belajar bahasa mereka, teman tunarungu.
Mitos 4: Tunarungu Tidak Bisa Menikmati Musik
Fakta:
Hal menarik dan patut diapresiasi. Tunarungu ada yang bisa mendengarkan musik, hanya saja lewat getaran. Untuk merasakan ritme musik, ada alat bantu yang memudahkan para tunarungu menikmati lagu yang didengar. .
Mitos 5: Tunarungu Tidak Bisa Berprestasi
Fakta:
Keterbatasan bukan menjadi penghalang untuk berprestasi. Tunarungu juga punya kursi yang sama untuk meraih prestasi baik dibidang pendidikan, teknologi, olahrga, seni dan lainnya. Marlee Matlin, seorang aktris tunarungu yang memenangkan Academy Award.
Mitos 6: Membantu Tunarungu Hanya Tugas Keluarga Mereka
Fakta:
Bukan hanya tugas keluarga tunarungu saja untuk memahami apa dan bagaimana yang mereka butuhkan. Mereka tetap masyarakat yang butuh direspon dan dianggap. Dalam hal bermasyarakat, memperoleh pendidikan, mendapatkan fasilitas pelayanan dan lainnya. Menciptakan tempat yang inklusif di Indonesia, butuh kerja sama yang utuh dari semua pihak.
Mitos 7: Tunarungu Tidak Bisa Mengemudi
Fakta:
Tunarungu juga bisa kok mengemudi dengan aman. Sebagai catatan, mereka psti menggunakan indera penglihatannya dengan fokus dan tajam. Menurut Bu Windi, ini fakta yang perlu diketahui bersama. Dan tetap, jika belum terampil mereka butuh didampingi di jalan. Dalam berkendara, mereka pasti sudah memikirkan resiko dan tantangannya. Bu Windi rasa, teman tunarungu pasti akan terampil dulu sebelum mengambil langkah siap mengemudi.
Mitos 8: Tunarungu Harus Berada di Sekolah Khusus
Fakta:
Indonesia memang sedang proses mewujudkan sekolah yang inklusif. Nyatanya, di sekolah Bu Windi mengajar, ada juga kok murid tunarungu yang mengenyam pendidikan di sekolah formal. So far, mereka bisa bersosialisasi dan tetap bisa mengikuti pelajaran hanya saja memang grade nilai mereka tidak disamakan dengan murid normal.
Mitos 9: Tunarungu Tidak Bisa Berkomunikasi dengan Orang Tanpa Disabilitas
Fakta: Ini jelas fakta banget. Teman Tunarungu justru senang jika keberadaannya dianggap. Dalam hal komunikasi, mereka menghargai posisi kita. Selama tidak untuk tindak kejahatan ya. Entah menggunakan gerakan bibir, bahasa isyarat, atau menggunakan alat tambahan, teman tunarungu begitu kreatif. pernah waktu itu, beli minuman di kedai teman tuna rungu. Mereka sudah memasang poster gimana caranya beli, agar konsumen tahu bahwa mereka adalah teman tunarungu. Menarik banget. Mereka bisa mandiri melalui jualan es teh.
Mitos 10: Tunarungu Hidup Terisolasi
Fakta:
Teman tunarungu memiliki komunitas pendukung. Bahkan di Kota Kediri, banyak komunitas disabilitas dan diakui oleh pemerintah terutama Dinas Sosial. Ada beragam kegiatan disana. Bahkan jika ada peringatn hari disabilitas nasional, biasanya wali kota juga diundang di acara perayaan. Meskipun tunarungu, tidak ada yang namanya hidup mereka terisolasi.
Cara Mendukung Tunarungu
Ada banyak cara yang bisa teman pembelajar lakukan sebagai upaya mendukung keberadaan teman tuli. Satu hal utama dan yang paling utama adalah menganggap mereka ada. Mereka adalah makhluk yang sama, diciptakan Allah sebagai sumber inspirasi dan sumber belajar. Berikut beberapa cara mendukung teman tunarungu yang dapat teman pembelajar aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari :
Pelajari Bahasa Isyarat:
Modal utama adalah belajar bahasa isyarat. Sangat penting menurut bu Windi. Ini dapat membantu teman pembelajar tahu dan saling menghargai keberadaan mereka dengan berkomunikasi yang baik membuat mereka senang dan merasa dianggap.
Gunakan Teknologi Pendukung:
Bu Windi juga pernah menggunakan teknologi pendukkung. Karena waktu itu sedang asessment murid tunarungu, jadi bikin ketawa sendiri ketika bu windi belum sepenuhnya paham gimana caranya berkomunikasi dengan murid tersebut. Walhasil, ya memanfaatkan bantuan teknologi untuk memfasilitasi komunikasi. Dan di playstore menyediakan kok.
Hargai Preferensi Komunikasi Mereka:
Selama dikomunikasikan dengan benar, tidak akan menyinggung perasaan mereka kok. Mungkin, diawal bisa ditanyakan dulu, bagaimana cara agar dapat berkomunikasi dengan lebih mudah kepada teman tunarungu. Kalau Bu Windi kombinasi sih, kadang melalui menulis, bahasa isyarat dan pengucapan bibir. Lebih banyak nulisnya dan dalam memilih kata yang mudah dipahami teman tunarungu ini juga menjadi kunci.
Ciptakan Lingkungan Inklusif:
Menciptakan lingkungan yang inklusif, bisa dimulai dari diri kita sendiri. Semua stakeholder harus dirangkul dan bergerak bersama untuk mewujudkan misi ini. pasalnya, jika tidak, ya tidak akan terwujud lingkungan yang inklusif. Mulai dari tempat ibadah, sekolah, pelayanan masyarakat, ruang publik dan semuanya.
Akhir Kata
Adanya memahami fakta yang ada pada teman tunarungu, besar harapan, teman pembelajar menjadi manusia yang memiliki hati untuk bergerak dan tergerak menciptakan lingkungan yang inklusif. Mitos yang beredar di masyarakat, harus kita tepis, ya dengan menghadapi secara langsung, dan bersinggungan dengan teman tunarungu. Minimal, kita dapat berinteraksi dengan bijak, membangun dan menghargai keberadaan mereka. Dengan pengetahuan ini, semoga dapat menjadikan teman pembelajar pribadi yang saling menghargai dan support keberadaan teman disabilitas. Yuk, saling support dalam hal kebaikan.
Posting Komentar