Review Film Tegar, Kisah Anak Disabilitas yang Hebat

Review Film Tegar, Kisah Anak Disabilitas yang Hebat

Daftar Isi
Rasa penasaranku mencuat, tatkala mendengar film Tegar yang bakal kami tonton. Sayangnya, rasa penasaranku tak mencoba saya tepis dengan jalan ninja. Googling dulu di mbah google untuk cek trailnya dengan bantuan internet. Namun, tidak saya lakukan. Hhe

Ada kesempatan nonton film Tegar, kisah anak disabilitas yang hebat bersama peserta didik dan gratis, masha allah. Jadi me time banget untuk menghibur diri yang saat ini sedang dirundung banyak tugas. Ya, saya manfaatkan lah.

Cuss, baca sampai tuntas ya ulasan jujur film Tegar.

source :wikipedia

Review Film Tegar, Kisah Anak Disabilitas 

Tangisan bayi itu meninggalkan kesedihan yang cukup memilukan bagi Wida, sang Mama Tegar. Untung masih ada Kakek Jaban yang penuh kasih sayang merawat Tegar sejak dia lahir ke dunia. Bayi laki-laki yang lahir tanpa dua tangan. Satu kaki utuh sedangkan kaki satunya cacat.

Meski demikian, Kakek Jaban selalu bangga dengan Tegar. Cucu satu-satunya yang bakal menjadi generasi penerus usaha sang Kakek. Ucap Kakek Jaban, kepada mitra kerja yang menemuinya di rumah.

Sayang seribu sayang ....

Ayahnya pergi meninggalkan Tegar, bahkan tak menganggapnya sang buah hati. Wajahnya seperti apa, Tegarpun tak pernah mengetahuinya.

Rumah tinggi layaknya gedung, diantara pohon tinggi adalah rumah terbaik bagi Tegar. Setiap hari, Tegar bermain dirumah. Ditemani Teh Isy, pembantu yang menjadi teman bermain sekaligus mama kedua yang ditugasi untuk memenuhi kebutuhan Tegar. Makan, minum, ke toilet, mandi, bermain dan sebagainya, teh Isy lah yang dipercaya sang Mama untuk membantu Tegar.

Review Film Tegar : Momen Ulang Tahun Tegar yang Ke 10 

Mama Wida, sosok ibu yang berusaha kuat menghadapi kenyataan. Meski terkesan menghukum Tegar untuk tidak boleh keluar rumah, tidak boleh sekolah dan tidak boleh kelihatan siapapun. Itulah cara Mama Wida agar Tegar selamat dari hujatan orang-orang.

Namun, cara berpikir itu bertentangan dengan cara berpikirnya kakek Jaban. Justru, dengan mengurung Tegar di dalam rumah, sama dengan menghukum Tegar agar tidak mengetahui bagaimana indahnya dunia luar. Tidak bisa bersosialisasi dengan teman-temannya. Tidak bisa merasakan bagaimana mencicipi bangku sekolah.

Diulang tahun Tegar yang ke 10, kakek Jaban ingin mengabulkan apa yang Tegar minta. Dan apa yang Tegar ucapkan ke Kakek Jaban ? “Tegar minta sekolah”.

Seketika,Kakek Jaban merespon keinginan kuat Tegar dengan candaan. Sebab bingung dan butuh diskusi sama Mama Tegar.

“Tegar minta sekolah, saya minta ijin kamu. Pakah kamu sebagai mamanya mengijinkan tegar sekolah ?”

Jawaban berat muncul dari Mama Tegar. Kalimat yang sama seperti kemarin-kemarin selalu menjadi alasan. Wida tak mau tegar di maki-maki sama orang lain. Karena Tegar berbeda. Kalau dia sekolah, apa kata orang pa?

Hening, ketika sang Kakek Jaban membalas pernyataan anaknya dengan ketus. Justru, dengan pemikiranmu yang seperti itu, kamu sama saja menghukum anakmu sendiri. Dia butuh belajar berkomunikasi. Butuh belajar mengatasi rintangan yang akan dihadapi ke depan. Dia butuh belajar mandiri. Di hari lahirnya yang ke sepuluh, apakah ini kado spesial yang kamu berikan kepada anakmu ?

Malam Hari ......

Sang kakek Jaban membawa kue ulang tahun dan membangunkan Tegar.

“Selamat Ulang tahun cucu kakek”.

“Tegarpun bangun dan meniup lilin ulang tahun”.

Dilanjut ngobrol seru, dan menyampaikan kalau mulai besok pagi Tegar akan sekolah.

Dipakaikannya seragam merah putih oleh Kakek. Sampai tertidur pulas.

Keesokan harinya ....

“Kakek, ayo bangun kek!. Sudah pagi. Tegar mau ke sekolah. Kakek, bangun !”

Innalillahi wainna ilaihi roji’un

Tegar Belajar Mandiri Tanpa Kakek


Lebih sepi ketimbang hari biasanya. Rumah besar nan megah yang berdiri kokoh diantara beberapa pohon tinggi, nampak sunyi tanpa suara. Kakek telah meninggal. Kini, Tegar hanya tinggal bersama Teh Isy dan Mama Wida.

“Isy, saya mau pergi ke luar kota selama satu minggu. Tolong semua keperluan tegar kamu yang urus, Tegas Mama Wida”

Sambil memberikan uang dalam amplop, Teh Isy justru gugup

“Bu, saya boleh pulang sebentar! Ibu saya sakit keras disana, jawab Teh Isy”

“Sambil melotot, Terus Tegar nanti sama siapa ?”

Mama Wida, langsung meninggalkan Teh Isy naik mobil warna putih.

Terik mentari, menyorot kamar Tegar membuatnya terbangun dari tidur. Panggilan berulang, tak diindahkan oleh Teh Isy.

Teh Isy.........!

Teh Isy.........!

Teh Isy .........!

Tegar kebelet pipis! Teh Isy dimana ?

Tegar berusaha membuka celananya bermenit-menit. Saking tidak tahannya, tegar ngompol di depan pintu toilet. “Ya, ngompol”.

“Teh Isy........ Tegar ngompol. Sambil berlari, Tegarpun berusaha mencari baju ganti dan masih berusaha membuka baju kotornya”.

Bayangan Kakek hadir, saat tegar dan alm Kakek ngobrol tentang Otobot. Robot canggih yang bisa membantu Tegar melakukan apapun.

“Otobot, bisa beri tahu saya bagaimana melepas baju ?”

TV otomatis tersebut menyala dan terkoneksi dengan tutorial cara melepas dan memakai baju.

Dengan keterbatasan Tegar yang tidak memiliki tangan, cukup butuh upaya keras untuk bisa melakukan itu semua. Alhasil, tegar justru bisa. Keadaan memaksanya untuk lebih mandiri dari sebelumnya.

Malampun tiba

Teh Isy datang menghampiri Tegar yang seharian di rumah sendiri

“Tegar, ayo makan dulu! Teh Isy menyodorkan segelas minuman dan makanan di hadapan Tegar”

“Tegar enggak mau makan. Teh Isy jahat. Seharian kemana saja?. Meninggalkan Tegar!

“Teh Isy, bohong, imbuh Tegar”

“Dengarkan ya, sahut Teh Isy”

“Tadi pagi waktu teh Isy ke pasar, ketemu sama mamang ganteng. Diajak jalan bareng. Sampai-sampai Teh Isy lupa harus pulang. Jadi, kencan dulu melihat bulan dan bintang”

“Teh Isy bohong, mana ada bulan dan bintang siang hari?, tegas Tegar”

Suasana jadi riang seketika. Teh Isy dan Tegar menyatu dalam candaan yang seru.

Teh Isy menyanyikan lagu merdu di depan Tegar. Bermain bersama. Memandikan Tegar. Menemani Tegar Melukis. Seakan, Teh Isy adalah mama Tegar yang setiap waktu menemani anaknya.

Tegar, tidur lelap.

Tegar Kabur Dari Rumah

“Tuhan, beri Isy petunjuk. Ibu saya sakit. Saya ingin pulang. Bagaimana ini ?

Suara tokek seakan memberi tanda petunjuk Teh Isy.

Karena bungung harus bagaimana!, Teh Isy menggunakan tanda suara tokek yang memeriahkan ruangan malam itu, membuat Teh Isy meninggalkan Tegar lagi.

Teh Isy pulang kampung.

Karena tak ada siapa-siapa. Kejadian berulang kembali. Ketika tegar lapar, dia menuju ruang dapur untuk memasak telur. Ada makanan di meja yang di siapkan teh Isy malah dimakan semut. Huft. Sambil memanggil nama Teh Isy, Tegar berupaya keras membuat telur ceplok. Meraih telur dengan kaki, harus dilakukan tegar berulang kali setelah dua kali telur jatuh.

Usai makan, dia cegukan. Tegar meraih minum dan menuang air di gelas dengan kakinya.

“Imam, imam, imam, panggilan berulang oleh tegar justru membuat Imam ketakutan”

Dianggapnya suara setan, membuat Imam dan dua temannya kabur.

“Ya, Imam malah pergi. Tegar menatap dari bilik jendela dapur”

Seketika, Tegar merenung. Tegar ingin pergi dari rumah kek. Tegar disini sendiri. Tidak punya teman. Tegar mau sekolah biar punya banyak teman.

Tegar pamit dengan Kakek dengan menatap lukisan besar Sang Kakek Jaban

Tegar beraksi. Membawa ransel, memakai baju bagus dan bersepatu. Melewati kolam renang rumah, dia berenang mendorong tas dan sepatu yang ditaruhnya di papan. Tegar dan bajunya yang basah. Setelahnya, dia ganti baju dan melanjutkan perjalanan.

Tegar Bertemu Om Akbar


Perjalanan seorang diri membuat Tegar tak patah semangat. Yang ada dalam pikirannya, hanyalah pergi dari rumah. Menyusuri jalan keramaian. Hingga bertemu dengan bapak-bapak yang senasib dengan Tegar. Tak punya tangan dan tak punya kaki.

Tegar sempat mengobrol dengan seorang Bapak. Tegar boleh tanya pak, dia melontarkan pertanyaan pada seorang Bapak berpenampilan kumuh.

“Kenapa Bapak itu tak punya tangan dan kaki ?”

“Oh, dia sama kayak kamu. Sejak lahir tak punya tangan dan kaki. Tapi tak apa-apa”

“ya sudah om, Tegar mau jalan lagi”

Tergesa-gesa, tegar pergi meninggalkan om yang tak dikenal itu.

Sampai pda suatu tempat, tegar istirahat karena kelelahan. Tiba-tiba datang bapak agak tua memaksa Tegar untuk ikut dengannya. Tegar di bopong. Sampai tertidur pulas dipundak bapak agak tua itu.

Nampak Om Akbar sibuk dengan mesin jahitnya. Mengoperasikan mesin tersebut di samping Tegar yang sedang tidur pulas. Sampai pada akhirnya, Tegar terbangun karena cahaya menatari menyorot tubuhnya.

“Om Siapa. Kenapa saya disini?, sambil ketakutan Tegar bertanya”

“Tadi malam, kamu dibawa sama teman om kesini. Saya Om Akbar, jawabnya”

Om Akbar meraih makanan dan menawarkan ke Tegar. Tapi, Tegar tak mau

Obrolan berlanjut.

“Dimana orangtuamu, kenapa kabur dari rumah ?”

“Saya punya mama sih om. Tapi mama selalu sibuk dengan pekerjaannya. Tak pernah mengajak Tegar main. Tegar dikurung terus di dalam rumah. Tegar tak punya teman. Tegar ingin sekolah saja. Ketika tegar menunjukkan hasil lukisan tegar, mama saja tak mau melihatnya. Tegar punya mama tapi berasa tak punya mama”

“Tegar ingin sekolah?, tanya Om Akbar”

“Iya om”

“Om Akbar, antar pulang ya?”

“tegar tidak mau om. Tegar disini saja”

Tegar diantar Ke sekolah Om Akbar


Menyusuri jalanan kota, Om Akbar membonceng tegar naik motor. Kesamaan nasib cacat fisik antara tegar dan Om Akbar yang sama-sama tak punya tangan telah menyatukan mereka dalam sebuah pertemuan.

Om Akbar berusaha membantu tegar agar bisa bersekolah. Menghiburnya, mengajaknya bermain dan kebetulan Imam (anak om Akbar) sangat senang dengan kehadiran Tegar.

“Hlo, ini kan Tegar. Kamu sekolah sekarang ?, tanya Imam saat ertemu tegar dan Om Akbar di sekolah”

“kalian sudah pada kenal?, tanya Om Akbar”

“Iya ayah, imam kenal Tegar ketika layangan imam jatuh ke rumah tegar. Ya sudah, layangannya saya berikan saja ke Tegar waktu itu, tegas Imam”

“ya sudah jika begitu, mulai sekarang kalian bisa main terus”

Raut wajah riang gembira Tegar menandakan dia begitu senang tinggal bersama om akbar dan imam.

Malam hari ....

Imam mengajak Tegar ke suatu tempat yang biasanya Om Akbar menyanyi diantara banyak orang di taman itu. Lampu kelap-kelip mewarnai tempat yang cenderung dipenuhi banyak pohon itu. Membuat tegar senang serasa mendapatkan suasa baru yang belum pernah sama sekali dia ketahui sebelumnya.

Mama Wida dan teh Isy terus melakukan pencarian Tegar. Menyusuri kota, turun ke perkotaan kumuh. Hingga akhirnya menemukan petunjuk setelah bertemu dengan om-om yang pernah ditanyai Tegar.

Mam Wida dan teh Isy diantar ke tempat Om Akbar. Namun, kala itu tak ada orang. Pencarian berlanjut hingga malam hari. Mam Wida berada dalam satu tempat om Akbar bernyanyi. Namun, tegar justru berlari ketika mendapati mamanya di sebelah Imam satu jarak.

Mama Wida ikut lari mengikuti Tegar. Memaksanya untuk pulang sekarang.

Tegar menolak. Tegar berontak karena menganggap mama jahat. Tidak memperbolehkan Tegar sekolah. Mama selalu menyuruh tegar dirumah saja.

Air mata Mama Wida menetes. Membuatnya merenung akan kesalahan yang selama ini dilakukannya.

Sedaya upaya, mama Wida tak menyerah meraih tubuh tegar untuk dipeluk. Memberikan isyarat bahwa tegar adalah anak mama. Sampai kapanpun tetap anak Mama.

Tegar kekeuh. Tak mau pulang.

“Bu, nasib saya sama dengan tegar. Tapi masih beruntung tegar punya orangtua. Bukan seperti saya yang dibuang oleh orangtua saya, Om Akbar tetiba datang dan menyampaikan kalimat tersebut”

Dengan tergesa Mama Wida mengejar Tegar. Tangisan itu membanjiri wajahnya. Sembari menelaah kalimat Om Akbar.

Akhirnya, Tegar Beneran Sekolah


Pucuk ulampun tiba. Seragam merah putih, berdasi merah. Pakaian yang dikenakan Tegar pagi itu. Turun dari mobil putih diantar oleh Mama Wida menuju ke sekolah.

“Tegar, mama yakin kamu adlah anak hebat”

“Disana nanti, kamu akan menghadapi tantangan baru. Mungkin akan ada teman yang mengolok-olok kamu. Tapi, mama yakin, kamu adalah anak hebat yang bisa menghadapi itu semua. Sudah, sana masuk ke kelas”

Tegar berjalan menuju kelasnya. Ketika berpapasan dengan Imam, diapun membersamai tegar dengan jalan jongkok. Terkesan lucu. Karena bagi Imam dan teman-temannya hal itu sangat sulit dan melelahkan untuk dilakukan. Tapi tidak dengan Tegar. Karena cara berjalannya memang begitu.

“Sesuatu yang sulit bagi kita bukan berarti sulit bagi orang lain. Sesuatu yang mudah bagi kita, belum tentu mudah bagi orang lain”

Hikmah Nonton Film Tegar, Kisah Anak Disabilitas yang Kuat

Mau menahan tangis kok enggak bisa ya. Sedangkan di sebelah saya ada peserta didik, kwkwk. Meski berusaha tidak menangis, air mata saya bercucuran membahsai pipi. Dan mereka tahu kok, apa yang terjadi.

Film Tegar yang bertabur hikmah dan ada beberapa adegan yang membuat ketawa sangat lengkap ketika beberapa adegan yang dirasa ada lompatan bisa di tambal dengan adegan yang lebih membuat penonton larut dalam film.

Menyentuh hati banget sih, tapi ada beberapa adegan yang terkesan kurang padat makna.

Keterbatasan fisik, seharusnya tak menghalangi kita untuk memperlakukan mereka secara manusiawi

Keterbatasan fisik, seharusnya tak menghalangi mereka untuk mendapatkan hak belajar di sekolah

Keterbatasan fisik, justru bisa menjadi cara untuk menggali bakatnya agar bisa mandiri di kemudian hari

Mereka butuh diakui, diterima dan diperlakukan dengan manusiawi. Mereka butuh belajar, untuk menghadapi tantangan masa depan. Jika sewaktu-waktu harus hidup sendiri sehingga terlatih untuk tidak bergantung pada orang lain. Mereka bisa kok. Berikan kesempatan dan ruang untuk belajar dari keadaan. Tak perlu membatasi pemikiran kita dengan kekhawatiran yang belum tentu terjadi di masa yang akan datang.

Mereka bisa berdiri dengan keterbatasannya kok, hanya caranya saja yang berbeda. 

Sinopsis Film Tegar yang Ingin Bersekolah


Tanggal rilis: 24 November 2022 (Indonesia)
Sutradara: Anggi Frisca
Produser: Chandra Sembiring, Yudi Datau
Bahasa: Indonesia
Penata musik: Andi Rianto
Penyunting: Darmansyah

Posting Komentar